top of page
Search
  • Wisdom Mall

Dompet Digital

Besar pasar ekonomi digital di Indonesia dipercaya masih jadi yang terbesar di antara negara ASEAN. Peluang tersebut dimanfaatkan para perusahaan penyedia layanan dompet digital (e-wallet) dalam negeri. Potensi bisnis pembayaran digital yang besar membuat banyak pelaku usaha berlomba menggarap sektor ini. Mulai dari bank swasta, startup fintech, hingga perusahaan telekomunikasi meluncurkan layanan serupa.


Keberagaman layanan dompet digital di pasaran membuat banyak anggota masyarakat dimanjakan oleh beragam promosi yang diberikan para pelaku usaha. Meski diuntungkan, hanya sedikit pengguna yang memahami model bisnis dompet digital. Terlebih lagi, tidak banyak pelaku usaha yang mau membicarakannya secara terbuka. Menurut seorang eksekutif dari perusahaan fintech bersedia memberi sedikit gambaran tentang model bisnis pembayaran digital. Dari pengalamannya turut mengembangkan layanan salah satu operator dompet digital ternama, ia menyebut ada beberapa kanal atau sumber yang menjadi pundi-pundi penghasilan bagi operator e-wallet, yaitu :


Komisi dari merchant atau penyedia layanan

Besaran komisi atau biaya layanan bisa beragam tergantung jenis produk, kisaran harga produk atau layanan yang ditawarkan merchant, hingga tingkat seringnya pemakaian layanan oleh konsumen. Jenis dan harga barang atau layanan turut menentukan besaran komisi yang diperoleh. Misalnya, untuk layanan asuransi, penyedia layanan dompet digital diklaim bisa mendapat komisi hingga 30 persen dari nilai premi. Sementara untuk layanan investasi reksadana, besaran komisi yang diperoleh bisa mencapai 5 persen.


Makin banyak fitur dari dompet digital yang dipakai merchant, makin besar penghasilan yang bisa diraih penyedia layanan. Karena itu, semua operator e-wallet berupaya memaksimalkan fitur pembayaran masing-masing dengan memperluas kerja sama demi menampung seluruh kebutuhan transaksi para pemakainya. Mulai dari:

  • Belanja kebutuhan sehari-hari,

  • Pembelian pulsa seluler,

  • Token listrik,

  • Pembayaran premi asuransi,

  • Cicilan pinjaman, hingga

  • Pembayaran zakat.

“Pulsa/paket data dan token listrik itu sudah jadi kebutuhan primer masyarakat, volume transaksinya sangat besar. Selisih harga yang didapat dari volume transaksi yang sedemikian besar bisa berkontribusi signfikan bagi revenue dan profit e-wallet.” Ia mencontohkan, dari selisih harga penjualan pulsa yang terkesan kecil, penyelenggara e-wallet bisa meraup ratusan juta rupiah setiap hari. “Untuk pulsa Rp25.000 misalnya, dengan komisi dari operator seluler lima persen, jadi e-wallet dapat harga Rp23.750 … kalaupun dijual ke pembeli Rp24.000, mereka masih punya penghasilan Rp250. Angka itu tinggal dikali berapa ratus ribu pembeli dalam sehari.”


Komisi penjualan produk dan layanan lain di merchant yang terafiliasi dengan ekosistem dompet digital pun jadi sumber penghasilan. Seperti e-commerce atau layanan transportasi online. Bila besaran komisi di kisaran 2 persen per transaksi saja, tinggal dihitung berapa total transaksi dari ekosistem itu tiap bulan.


“Bila rata-rata revenue dari transaksi dalam ekosistem e-commerce atau transportasi daring yang melibatkan e-wallet itu sekitar Rp500 miliar per bulan, maka mereka dapat Rp10 miliar (dengan asumsi komisi di angka 2 persen).”


Penghasilan dari bunga bank

Dana yang mengendap di bank berpotensi mendapatkan bunga. Apabila besaran dana tersebut stabil dengan jumlah yang besar, bisa mendapatkan kisaran bunga khusus. Penyedia layanan dompet digital bisa meraup penghasilan dari uang mengendap yang disimpan dalam rekening di bank dengan skema kerja sama. Makin besar jumlah uang yang mengendap, makin besar bunga yang bisa diperoleh.


“Bila operator dompet digital punya 5 juta pengguna aktif saja dan rata-rata saldo mereka sekitar Rp300.000, maka mereka punya sekitar Rp1,5 triliun di bank. Bila yang aktif bertransaksi ada 4 juta orang, maka ada sekitar Rp300 miliar yang mengendap. Bila suku bunga bank per tahun rata-rata 1,5 – 6 persen, (dengan memakai asumsi bunga 3,5 persen) ada sekitar Rp10,5 miliar (pendapatan bunga) per tahun. (Angka itu) bila dibagi per bulan sekitar Rp875 juta,” urainya.


Biaya administrasi isi ulang (top up) dan transfer dana

Penghasilan juga didapat dari biaya administrasi untuk isi ulang (top up) saldo dompet digital. Meski demikian, masih ada beberapa bank tertentu yang menggratiskan biaya ini.


“Dari top up saja pendapatan sudah masuk. Mungkin tidak sepenuhnya milik operator, tapi pasti ada komisi yang mereka dapat dari bank,” urainya. “Misalnya setiap menit ada rata-rata 5.000 aktivitas isi ulang, terkumpul Rp300 juta setiap jam. (Penyedia layanan misalkan) dapat 5 persen saja, maka dalam sehari dompet digital dapat Rp360 juta.”


Upaya lain untuk memperoleh penghasilan juga terus dilakukan. Sejumlah penyelenggara layanan dompet digital mulai mematok biaya transfer sebesar Rp2.500  untuk transfer dana ke rekening bank milik nasabah. Hampir setiap pelaku usaha juga memberlakukan kebijakan serupa, dengan syarat dan ketentuan masing-masing.


“Angka lebih besar bisa didapat dari biaya admin transfer ke bank ini. Tinggal dibalik saja dari komisi saat top up, yaitu bagian bank di kisaran 5-10 persen.”


Iklan produk dan layanan dari mitra merchant

Potensi dari bisnis iklan ini juga cukup besar. Semakin populer sebuah platform, akan semakin dilirik oleh pengiklan. Ini merupakan peluang besar untuk mendapat pemasukan. Tidak hanya dari merchant yang ada dalam ekosistem di mana dompet digital itu terhubung, pihak luar pun berpotensi untuk beriklan. Menurutnya, komisi dari iklan merchant di e-commerce rata-rata mencapai 3-5 persen.


“Bila dulunya sebelum memiliki jutaan pengguna perusahaan dompet digital ini berupaya menggaet merchant, bermitra dengan e-commerce, atau institusi keuangan, saat sudah terkenal dan banyak memiliki pengguna, mereka justru akan menerima banyak tawaran kerja sama promosi ataupun sekadar jadi media beriklan bagi merchant.”


Monetisasi data pengguna dan merchant

Data jutaan pengguna dompet digital merupakan aset berharga yang tidak hanya berpotensi menghasilkan bisnis, namun juga menjadi penentu posisi tawar (bargaining position) bagi pemiliknya. “Misalnya saat mereka hendak menjalin kerja sama untuk memperluas layanan dengan perbankan, asuransi, e-commerce, pedagang, atau pihak lainnya. Kepemilikan data nasabah bisa menjadi alat tawar mereka untuk bisa mendapat posisi menguntungkan dalam kerja sama itu.”


Dalam upaya mencari investasi (funding round) pun, kepemilikan data menjadi perhatian besar bagi calon investor untuk mengucurkan modal. “Saat e-wallet tempat saya terakhir bekerja melakukan presentasi di depan salah satu investor besar, kepemilikan data pengguna ini yang jadi kekuatan. Mereka melihat potensi pengembangan produk dan perluasan layanan yang bakal mendorong pertumbuhan bisnis dan masa depan perusahaan.”


Biaya dan bunga layanan bayar kemudian (pay later).

Pay later merupakan salah satu metode talangan pembayaran layaknya kartu kredit, untuk dibayar oleh pengguna di kemudian hari. Untuk menggunakan layanan ini, beberapa penyedia layanan mengenakan bunga atau biaya layanan.


Fitur pay later telah tersedia pada beberapa layanan dompet digital. Dari tabel yang disajikan situs moneysmart.id, besaran bunga yang diterapkan cukup bervariasi. Fitur pay later yang tersedia dalam sejumlah dompet digital biasanya merupakan hasil kerja sama operator e-wallet dengan perusahaan fintech lain, seperti Go-Pay yang bermitra dengan Kredivo atau OVO yang menggandeng Taralite.


Atas penggunaan fitur ini, penyedia layanan dompet digital memperoleh sebagian dari bunga ataupun biaya layanan yang dibayarkan oleh konsumen. Besaran yang diterima oleh penyelenggara dompet digital merupakan hasil kesepakatan dari pihak-pihak yang terlibat.


Siapa yang tidak tertarik dengan peluang bisnis dompet digital ini ?


2 views0 comments

Recent Posts

See All
bottom of page